Breaking News
Loading...
Jumat, 22 November 2013

PANCASILA SEBAGAI MUARA SENI DAN BUDAYA

Oleh: RM. Ramli J. Sasmita
Infodesaku | Seni adalah bahasa hidup yang universal lewatseni kitacurahkan isi kandungan pikiran dan perasaan ( Emosi ). Banyak pihak yang melihat perkembangan mental dan moral  masyarakat Indonesia terlebih lagi generasi muda sangat memperihatinkan, bahkan keprihatinan itu menjadi sangat nyata saat mana menelusuri pada apa yang terjadi dan dialami masyarakat, yaitu kemerosotan moral dan pergeseran budaya.
Yang paling menyedihkan lagi adalah jika kita kehilangan budaya yang merupakan jatidiri bangsa. Sekarang ini kita disuguhkan peda sebuah kenyataan yang memilukan yaitu sikap dan gaya hidup generasi muda.

Pemuda adalah agent of change ( agen perubahan ). Setiap perjuangan mustahil berhasil sukses tanpa keterlibatan pemuda, karna masa muda adalah masa yang sangat bernilai, penuh warna, syarat dengan makna. Masa muda tak akan pernah terulang untuk kedua kali segala minat, bakat, kemauan, kemampuan dan potensi berkumpul di dalamnya. Masa itulah kehidupan yang sebenarnya, dan tentunya masa itulah manusia butuh alat yang di gunakan untuk menunjukan arah yang harus di tuju dengan sebuah panduan kebenaran yang hakiki.

Pandangan kehawatiran diatas sangat beralasan, karna krisis yang di alami masyarakat kita sudah pada tataran krisis multidimensional, karna saling mengkait, di awali dari krisis moral, lalu merambah pada krisis ekonomi yang tak kunjung henti, maka dengan sendirinya akan berdampak pada krisis sosial, krisis kepercayaan dan krisis – krisis lainnya.

Tingkah generasi muda terkadang aneh, melewati norma – norma yang berlaku padahal seperti yang telah kita singgung di atas, kalau masa ini adalah masa yang menentukan prestasi masa ujian untuk menghadapi masa yang akan datang yang penuh dengan ombak kehidupan.

Kita dihadapkan pada sebuah pemandangan yang “ Ironis....“ sebuah generasi yang seharusnya menjadi tumpuan masa depan suatu bangsa dengan mengusung berjuta – juta harapan menggembirakan, tetapi bagaimana kenyataannya...? mayoritas pemuda hari ini terperosok dalam budaya yang menyesatkan, mereka terjebak oleh media dan sarana pemuas, hedonistis dan matrealistis mereka menggunakan masa muda dengan aktifitas tak bermakna, merusak diri dan menghancurkan potensi mereka terhempas menjadi generasi yang tak memiliki jatidiri.

Kita di paksa untuk mengakui betapa hebat dan dasyatnya pengaruh budaya asing yang mampu menjauhkan generasi muda dari budaya bangsanya. Apa yang kitadapatihariini? “Sekularisme”, “Liberalisme”, sampai kepada pengrusakan perilaku dan pola pikir. Apabila keadaan ini sudah sampai padatahapan krisis kepercayaan diri, maka eksistensi bangsa ini sedang dipertaruhkan. Kita sadari kenyataan hari ini tak lepas dari pengaruh seni yang sangat dipengaruhi oleh kreatornya.

Padatataran ini yang sangat mudah dan murah didapat adalah produk seni dalam bingkai audiovisual. Kreator seni (audiovisual) seakan tidak lagi mengindahkan komponen-komponen yang merupakan konstruksi dasar seni audiovisual, yaitu: rekreasi, kreasi, edukasi, dan edutainment. Boleh jadi pengingkaran komponen – komponen seni saat ini berawal dari kesalahan menghayati dan menerapkan konsep awal “seni adalah bahasa hidup yang universal”.Kesalahan inilah yang menjerumuskan.

Kita cermati karya seni yang marak di stasiun televisi dewasa ini sudah dapat dikatakan telah terjadi pergeseran nilai yang berakibat pada pergeseran moral dan berujung pada pergeseran budaya anak bangsa yang tujuannya adalah pengeroposan suatu bangsa. Dengan iming- iming popularitas maka para kreator tampil menjadi sekelompok “invaser laten” yang kehadirannya justru disambut sebagai “seorang pahlawan”, padahal cerita yang disuguhkan adalah pembelajaran kedengkian,

keculasan, sadistis, dangayahidup metropolis (glamour dandugem). Dengan mendalami masalah yang ada saat ini, maka sekaranglah waktu yang tepat untuk melakukan re-evaluasi terhadap proses terbentuknya (pembuatan) sebuah karya seni (audiovisual). “Melawan karya dengan karya” merupakan suatu konfigurasi sistematik yang serupa namun bertumpu pada dogma-dogma berkesenian. Dalam konteks berbangsa panduan hidup dan Dasar bernegara orang Indonesia adalah“ PANCASILA” yang sudah pasti menjadi Dasar melangkah pula bagi para pelaku seni dan budaya didalamnya.

Seperti seorang Reny Djayusman mengatakan, “Mari kita berdarah-darah dalam berkesenian”. Dedy Mizwar berkata, “Mari kita ciptakan masyarakat film Indonesia yang mengedepankan potret bangsa dengan segala  dimensi kehidupannya. Pernyataan dua sineas papan atas ini mengisyaratkan sebuah perjuangan panjang dan pentingnya para pelaku seni untuk berproses, untuk menjadi seorang seniman, dan perlu sebuah kejujuran dalam berkarya serta mengangkat cerita. Ini merupakan bukti bahwasanya kedua tokoh seni Nasional ini adalah sosok yang sangat mencintai Bangsanya, itu semua karna telah begitu dalamnya mereka memahami makna yang terkandung dalam “ PANCASILA “ Pertanyaannya sekarang adalah “ Sudahkah kita dapatkan para kreator saat ini seperti yang diharapkan oleh para maestro seni diatas?”

Maka antara kreator dan karya yang dihasilkannya seperti diuraikan diatas, didalamnya terkandung beberapa hal:
1.      Kemerdekaan berekspresi, atau “bebas” (tidak dibatasi saat menuangkan isi pikiran dan perasaan). Dalam kontek sini, seniman/ kreator tidak boleh ditunggangi oleh kepentingan lain, selain kepentingan karya seni itu sendiri. Tentunya dengan berpijak pada komponen-komponen seni (rekreasi, kreasi, edukasi, dan edutainment).

2.      Berhimpun, bersatunya top professional, bersatunya seluruh unsur terkait dalam upaya menghasilkan karya seni adalah mutlak harus dilakukan oleh para insan seni.

3.      Kekuan. Dalam kontek sini, seniman/kreatordi tuntut untuk memiliki kekuatan dalam bersikap. Seniman tidakboleh mengorbankan kekuatannya/idealisme sebagai sebuah profesi yang memiliki “kemerdekaan berekspresi” hanya karena ingin mendapatkan prestise, pengakuan dan popularitas. Sikap yang melawan penjajahan, tekanan dalam berkarya adalah sikap yang mendasari konstruksi seni yang ditopang oleh emat komponen dasar (rekreasi, kreasi, edukasi, edutainment). Seniman, sineas, atau kreator harus berani mengatakan “tidak” terhadap tekanan-tekanan yang berujung pada sebuah upaya melacurkan seni. Sikap para pelaku seni (seniman/sineas/kreator) yang kompromistis, sudah barang tentu menghasilkan karya-karya yang bersifat temporer, karena secara sadar mereka telah menyetujui sebuah upaya mereduksi ide briliannya hanya untuk kepentingan sesaat. Akibat fatal yang kita saksikan sekarang ini adalah “sebuah kenyataan” telah terjadi kemerosotan moral dan pergeseran budaya anak bangsa.

Setiap individu memiliki kewajiban yang sama yaitu untuk mengkampanyekan “ILMU, BUDAYA, AGAMA” dalam konteks berkesenian, serta mengedepankan sikap:

a.       Aspiratif, semua proses program berkesenian harus mengedepankan kepentingan umum.

b.      Komunikatif, semua rencana kegiatan, program seni dan berkesenian harus mampu membangun sebuah komunikasi.

c.       Kreatif, karya seni yang dihasilkan merupakan kreatifitas yang muncul dari kemampuan pribadi (dirisendiri) untuk menjamin keberhasilan sebuah karya.

d.      Inovatif, sebagai seorang pelaku seni harus mampu untuk selalu membuat terobosan-terobosan baru dalam karyanya.

Kreator dan karyanya seperti diuraikan diatas, akan dapat terwujud bila saja mereka menyadari jika apa yang dilakukannya akan dapat mempengaruhi sudut pandang orang lain sebagai penikmat. Maka mau tidak mau suka tidak suka para kreator harus rela mengikatkan diri dan diikat oleh satu dasar yang kuat, yang menyeluruh dan yang sudah sama-sama disepakati.

Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mengikat seluruh sendi-sendi kehidupan yang ada didalamnya, para pelaku seni dan budaya/para kreator adalah juga anak bangsa, warga masyarakat yang tidak akan bisa terlepas dari sebuah ikatan bebangsa dan bernegara, maka seluruh karyanya harus menjadi manifestasi dari Dasar Negara yaitu PANCASILA, karna pancasila adalah MUARA dari seni dan Budaya. (RM. Ramli J. Sasmita)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Desa Krocok All Right Reserved