Breaking News
Loading...
Selasa, 24 Juni 2014

Meregulasi “Uang Wartawan” dan “Wartawan Uang” di Sekretariat DPRD Mamuju Utara?

Infodesaku | Mamuju Utara, Sulbar - Menyimak ke-”lucuan”-an dalam alokasi belanja jasa koran di Bagian Humas DPRD Mamuju Utara Tahun 2013,  saat di audit  ”kutu-kutui” oleh BPK Perwakilan Sulawesi Barat, 22 Mei 2014 silam. Pengaudit resmi pemerintah ini  menemukan berbagai persoalan yang tidak wajar, termasuk pengelembungan dan belanja tidak wajar.

Wartawan “out of group” mensinyalemen  adanya “black game”  antara oknum pejabat  sekretariat DPRD,  oknum legislator dan wartawan “in group” inheren wartawan “keluarga” dalam menguras anggaran media di Bagian Humas DPRD.

Salah seorang wartawan “out of group” A. Muh. Yusuf,  dalam statusnya media sosial menuliskan seperti ini.
“Berdasarkan temuan BPK RI Perwakilan Sulawesi Barat Tahun 2013 dan Anggaran Kehumasan DPRD Mamuju Utara 2014 yang rencana diaudit di Tahun 2015 Mendatang diduga adanya Permainan dengan Oknum Pejabat serta Oknum Anggota Dewan Dalam Menguras Anggaran APBD melalui anggaran media di Kehumasan DPRD serta terkesan APBD Mamuju Utara hanya Milik keluarga dan kroninya.”

A. Yusuf, merinci kemudian dengan menuliskan bahwa  hal ini dikeluhkan sejumlah biro/perwakilan media harian dan mingguan serta bulanan yang berkedudukan di Kabupaten Mamuju Utara.

“Pasalnya ada media tertentu yang terkesan menguras anggaran media di kehumasan sehingga media lainnya hanya kebagian sisanya saja. Bayangkan saja kalau harian seperti  Pare Pos dalam pencairan Bulan Juni hanya kebagian Rp. 1.700.000 dan Media bulanan yang sekali terbit bisa mendapatkan anggaran sebesar Rp.25.000.000, belum lagi ada media harian yang wartawannya terdapat 3 Orang juga memperoleh dana puluhan juta rupiah. Hal ini yang menjadi tanda tanya sebab terdapat modus yang bertentangan dengan UU RI No.25 Tahun 2003 Tentang tindak pidana pencucian uang, atau UU RI No. 14 Tahun 2008,” tulis A. Muh. Yusuf.

Yusuf  juga, menilai adanya kecemburuan sosial ini karena  adanya pembagian anggaran yang tidak sesuai ketentuan aturan hukum serta aturan. Dituliskannya lebih rinci. “Dalam Bisnis perusahaan penerbitan pers seperti,  biaya iklan dan advetorial yang sengaja di bengkakan anggarannya agar dapat menguras anggaran kehumasan. Hal ini terjadi karena adanya persengkonkolan antara pejabat berwenang dan oknum anggota dewan yang melibatkan wartawan untuk memuluskan proses penyaluran Anggaran agar tidak berbau korupsi.”

Sinyalemen Yusuf tersebut bila dicermati memang membutuhkan pembuktian-pembuktian yang lebih nyata dan detail. Tentunya, bila benar sangat memalukan bagi mereka-mereka yang terindikasi. Secara moril yang bersangkuta harus “malu” semalu-malunya. Karena Yusuf menyebut oknum yang dimaksud dalam “kongkalikong” ini adalah profesi terhormat. Ada wartawan, ada anggota DPRD dan juga ada pejabat di Sekretariat DPRD.

Kalau juga benar dan betul bahwa ada perkimpoian tripartit, PNS, Wartawan dan Legislator dalam mengangkangi uang kehumasan di Humas DPRD Mamuju Utara, sehingga terjadi pemolaan para jurnalis di derah ini, ada “in group” dan “out of group”  demi uang. Itu berarti telah terjadi kegagalan sinergi antara pihak pemerintah dan para wartawan. Maka sebaiknya, dana media di bagian Humas DPRD Mamuju Utara tersebut diregulasi ulang sehingga lebih kredible, transparan, terukur dan proporsional.

Melihat silang sengkarut ini, penulis melihat adanya upaya praktek KKN secara terang-terangan dalam mengelola keuangan. Ya, itulah “uang wartawan” dan “wartawan uang.” Kalau ini ter-update ke luar. Sangat-sangat memalukan daerah Mamuju Utara. Para pelibat yang terindikasi adalah oknum-oknum yang dipercaya masyarakat untuk mambangun daerah. Justru mencari keuntungan demi diri sendiri, demi kolompok dan kroni. Ya, dihentikanlah praktek ini sebelum terlanjur menodai daerah. | NADI Y

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Desa Krocok All Right Reserved